Rabu, 01 Juni 2016


YANG SAYANG IBUNYA WAJIB BACA "JASA IBU UNTUK KITA RENUNGKAN" SHARE KALAU MENURUT KALIAN BERMANFAAT


Apa yang paling dinanti seseorang wanita yang barusan menikah? Pastinya jawabannya yaitu : k-e-h-a-m-i-l-a-n.

Seberapa jauh juga jalan yang perlu ditempuh, seberat apa pun langkah yang harus diayun, seberapa lama juga saat yang perlu dijalani, tidak kenal menyerah untuk mendapatkan satu kepastian dari seseorang bidan : p-o-s-i-t-i- f.

Walau berat, tidak ada yang membuatnya dapat bertahan hidup terkecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih serta bahagia tidak tidak sama baginya, lantaran ia lebih mementingkan apa yang di rasa si kecil di perutnya.

Seringkali ia bertanya :

Menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia didalam sana? Bahkan juga saat waktunya tiba, tidak ada yang dapat menandingi cinta yang pernah diberikannya, saat itu mati juga akan dipertaruhkannya seandainya generasi penerusnya itu dapat terlahir ke dunia.

Rasa sakit juga sirna, saat mendengar tangisan pertama si buah hati, tidak perduli d4rah serta keringat yang selalu bercucuran. Detik itu, satu episode cinta barusan berputar. Tidak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan terkecuali anak.

Tidak satu juga topik yang paling menarik untuk didiskusikan bersama-sama rekan sekerja, rekan sejawat, kerabat ataupun keluarga, terkecuali anak. Si kecil barusan berucap " Ma? " selekasnya ia mengangkat telepon untuk menyampaikan kabar ke semuanya yang ada di daftar telephone.

Waktu baru pertama berdiri, ia juga berteriak histeris, pada haru, bangga serta sedikit takut si kecil terjatuh serta luka.

Hari pertama sekolah yaitu pertama kalinya matanya melihat langkah awal kesuksesannya. Walau sewaktu yang sama, fikirannya selalu menerawang serta bibirnya tidak lepas berdoa, mengharapkan sang suami tidak berhenti rezekinya. Supaya langkah kaki kecil itu juga tidak berhenti di dalam jalan. " Untuk anak ", " Untuk anak ", jadi alasan paling utama saat ia ada di pasar belanja keperluan si kecil.

Waktu ia ada di pesta seseorang kerabat atau keluarga serta membungkus sebagian potong makanan dalam tissue. Ia senantiasa mengingat anaknya dalam tiap-tiap suapan nasinya, tiap-tiap gigitan kuenya, setiap saat akan belanja pakaian untuk dia. Seringkali, ia urung beli pakaian untuk dianya serta bertukar mengambil pakaian untuk anak. Walau sebenarnya, baru kemarin sore ia beli pakaian si kecil.

Walau juga, terkadang ia mesti berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, untuk anak. Di waktu pusing fikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya.

Di kertas kecil itu tertulis :

1. Beli susu anak

2. Uang sekolah anak.

Nomor urut setelah itu baru keperluan yang lain. Namun jelas di situ, keperluan anak selalu jadi prioritasnya. Bahkan juga, tidak ada beras dirumah juga tidak kenapa, seandainya susu si kecil tetaplah
terbeli.

Takkan dibiarkan si kecil menangis, apapun bakal dilakukan agar
senyum serta tawa riangnya tetaplah terdengar. Ia jadi guru yang tidak pernah digaji, jadi pembantu yang tidak pernah dibayar, jadi pelayan yang kerap terlupa dihargai, serta jadi babby sitter yang paling setia.

Sesekali ia menjelma jadi puteri salju yang bernyanyi merdu menanti suntingan sang pangeran. Keesokannya ia ikhlas jadi kuda yang meringkik, lari menguber serta menyingkirkan musuh supaya tidak mengganggu.

Atau saat ia dengan lihainya jadi seekor kelinci yang melompat-lompat melingkari kebun, mencari wortel untuk makan keseharian. Cuma tawa serta jerit lucu yang menginginkan didengarnya dari beberapa cerita yang tidak pernah tidak hadir didongengkannya.

Kantuk serta lelah tidak lagi dihiraukan, walaupun harus menyamarkan nada menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sebatas untuk dapat memejamkan mata barang sedetik.

Tetapi, si kecil belum juga terpejam serta memohonnya bercerita dongeng ke demikian. Dalam kantuknya, ia juga selalu mendongeng. Tidak ada yang dikerjakannya di setiap pagi
sebelumnya mempersiapkan sarapan anak-anak yang bakal pergi ke sekolah.

Tidak satu juga yang paling ditunggu kepulangannya terkecuali suami serta anak-anak terkasih. Dan merta kalimat, " telah makan belum? " tidak lupa terlontar. Waktu barusan masuk tempat tinggal. Tidak perduli walau si kecil yang dahulu sering ia timang dalam dekapannya itu, saat ini telah jadi orang dewasa yang mungkin beli makan siangnya sendiri di Sekolahnya.

Hari saat si anak yang sudah dewasa itu dapat memutuskan terutama dalam kehidupannya, untuk memastikan jalan hidup berbarengan pasangannya, siapa yang paling menangis?

Siapa yang lebih dahulu menitikkan air mata? Lihatlah pojok matanya, sudah jadi samudera air mata dalam waktu relatif cepat.

Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis lihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di waktu itu, ia juga sadar, buah hati yang bertahun-tahun jadi kubangan curahan cintanya itu tidak lagi cuma miliknya.

Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, " Masihkah kau anakku? " Waktu senja tiba. Saat keriput di tangan serta muka mulai bicara mengenai usianya. Ia juga sadar, kalau sebentar lagi masanya kan selesai.

Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, " Apabila ibu meninggal, ibu menginginkan anak-anak ibu yang memandikan. Ibu menginginkan dimandikan sembari dipangku kalian ".

Tidak cuma itu, imam shalat jenazah juga ia memohon dari satu diantara anaknya. " Supaya tidak percuma ibu mendidik kalian jadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil, " ujarnya.

Duh ibu, semoga saya dapat menjawab pintamu itu nantinya. Bagaimana mungkin saja saya tidak menginginkan memenuhi pinta itu? Mulai sejak saya kecil ibu sudah mengajarkan makna cinta sesungguhnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang cuma miliki satu mata pelajaran, yaitu " cinta ".

Sekolah yang cuma punya satu guru yakni " pecinta ". Sekolah yang semuanya murid-muridnya di beri satu nama : " anakku terkasih ".

SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar